Sabtu, 30 November 2019



ANALGETIK

Analgetik adalah senyawa yang pada dosis terapi meringankan atau menekan nyeri tanpa memiliki kerja anestesi umum. Analgetik berasal dari bahasa Yunani an “tanpa” dan algia “nyeri”. Nyeri adalah suatu gejala yang berfungsi untuk melindungi dan memberikan tanda bahaya tentang adanya gangguan-gangguan pada tubuh, seperti peradangan, infeksi bakteri dan kerja otot. Mediator nyeri antala lain: histamin, serotinin, plasmakinin, prostaglandin dan ion-ion kalium. Zat-zat ini merangsang reseptor nyeri pada ujung-ujung saraf bebas di kulit, selaput lendir dan jaringan lalu dialirkan melalui saraf sensoris ke susunan saraf pusat melalui sumsum tulang belakang ke talamus dan ke pusat nyeri di otak besar (Sovia dan Yuslianti, 2019).
Mekanisme terjadinya nyeri adalah sebagai rangsangan (mekanik, termal atau kimia) diterima oleh reseptor nyeri yang ada di hampir setiap jaringan tubuh, rangsangan diubh dalam bentuk implus yang dihantarkan ke pusat nyer di korteks otak. Setelah itu proses dipusat nyeri, implus dikembalikan ke perifer dalam bentuk persepsi nyeri.
Menurut siswandono (2016) analgetika adalah senyawa yang dapat menekan fungsi sistem saraf pusat secara selektif, digunakan untuk mengurangi rasa sakit tanpa mempengaruhi kesadaran. Analgetika bekerja dengan meningkatkan nilai ambang persepsi rasa sakit. Berdasarkan mekanisme kerja analgetika dibagi menjadi dua golongan yaitu :

1.           Analgetika Narkotik
      Aktivitas analgetik ini jauh lebih besar dibandingkan golongan analgetik non narkotik, sehingga disebut analgetik kuat. Pada umumnya dapat menumbulkan euforia. Mekanisme kerja analgetika narkotik yaitu efek analgesik dihasilkan oleh adanya pengikatan obat dengan sisi reseptor opioid spesifik pada sel dalam otak dan spinal cord. Rangsangan reseptor akan menimbulkan efek euforis dan rasa mengantuk ada empat reseptor opioid yaitu reseptor μ, 𝛿, k dan NOP.
Reseptor turunan morfin mempunyai tiga sisi yang sangat penting untuk menimbulnya analgesik, yaitu :

-  Struktur bidang datar,yang mengikat cincin aromatik obat melalui ikatan van der waals
-  Tempat anionik, yang mampu berinteraksi dengan pusat muatan positif obat melalui ikatan ionik
-  Lubang dengan orientasi yang sesuai menampung bagian gugus –CH2-CH2- dari cincin piperidin dan mengikatnya melalui ikatan van der waals atau hidrofobik



    Berdasarkan struktur kimianya analgetika narkotik dibagi menjadi lima kelompok yaitu :
1.     Turunan morfin
2.   Turun fenilpiperidin
3.    Turunan morfinan
4.   Turunan difenilpropilamin
5.    Turunan lain-lain

a. Turunan morfin  didapatkan dari opium yaitu getah kering tanaman papaver somniferum. Untuk daapat menimbulkan aktivits analgesik narkotik, senyawa harus mempunyai gugus farmakofor sebagai berikut :  cincin aromatik, cincin piperidin, atom N tersier yang bermuatan negatif dan atom C kuartener (atomC yang tidak berikatan atom H)


Hubungan struktur dan aktivitas turunan morfin :

-  Eterifikasi dan esterifikasi gugus hidroksil fenol akan menurunkan aktivitas analgesik. Penurunan aktivitas. Penurunan disebabkan karena cincin aromatik merupakan gugus farmakor,sehingga modifikasipada cincin akan menyebabkan halangan ruang pada proses interaksi obat reseptor
-      Eterifikasi, esterifikasi, oksidasi atau penggantian gugus hidroksil alkohol dengan halogen atau hidrogen dapat meningkatkan aktivitas analgesik.disini yang berperan adalah peningkatan sifat lipofilik yang dapat meningkatkan proses penembusan membra
-      Perubahan gugus hidroksi alkohol dari posisi 6 ke posisi 8 menurunkan aktivitas analgesik secara drastis
-      Mengubah konfigurasi hidroksil pada C6 dapat meningkatkan aktivitas analgesik
-      Hidregenasi ikatan rangkap C7-C8 dapat menghasilkan yang lebih sedikit lebih besar dibanding morfin karena peningkatan lipofilitas
-      Substitusi pada cincin aromatik akan mengurangi aktivitas analgesik
-      Pemecahan jembatan eter antara C4 dan C5 menurunkan aktivitas
-      Perpanjangan rantai alifatik pada atom N. Menyebabkan senyawa bersifat antagonis kompetitif karena pengaruh halangan ruang pada proses interaksi ligan-reseptotor

B Turunan  difenilhidramin (metadon) bersifat optis aktif dan biasa digunakan dalambentuk garam HCL. Tidak mempunyai cincin piperidin pada turunan morfin, tetapi turunan metadon dapat membentuk cincin seperti piperidin bila dalam larutan atau cairan tubuh. Karena ada daya tarik menarik ion dipol antara basa N dengan gugus karboksil dan karena terbentuknya ikatan hidrogen intramolekul



Turunan morfinan. Dalam upaya mengembangkan turunan morfin dilakukan penyederhanaan struktur dengan menghilangkan jembatan eter dan ikatan rangkap C7-8 dan didapatkan turunan yang mempunyai aktivitas lebih besar dibanding morfin. Karena struktur turunan morfinan tersebut lebih lentur dan dapat mengikat semua reseptor narkotik analgesik lebih kuat dibanding morfin. Contohnya levorfanol tartrat, butorfanol tartrat dan dekstrometorfan.

D. Turunan  lain-lain .  contohnya tramadol

2.      Analgetika non narkotik
Berdasarkan struktur kimianya analgetika non narkotik dibagi menjadi dua kelompok yaitu : analgetik-antipiretika dan antiradang bukan steroid.
a.    Analgetik-Antipiretika. Golongan ini digunakan untuk pengobatan simptomatik, yaitu hanya meringankan gejala penyakit,tidak menyembuhkan atau menghilangkan penyebab penyakit. Berdasarkan struktur kimia obat dibagi menjadi dua kelompok yaitu:  Turunan anilin dan para-aminofenol
              Turunan 5- pirazolon 
1.    Turunan anilin dan para- aminofenol. Turunan ini digunakan untuk mengurangi rasa nyeri kepala dan nyeri pada otot atau sendi. Efek samping yang ditimbulkan antara lain adalah methemoglobin dan hepatotoksik.
       Hubungan struktur – aktivitas :
-   Anilin mempunyai efek antipiretik cukup tinggi tetapi toksisitasnya juga besar
-   Substitusi gugus amino mengurangi sifat kebasaan dan dapat menurunkan aktivitas dan toksisitasnya.
-   Turunan aromatik dari asetanilid seperti benzanilid, sukaar larut dalam air, tidak dapat dibawa oleh cairan tubuh ke reseptor sehingga tidak menimbulkan efek analgesik
-    Para-aminofenol adalah produk metabolik dari anilin, toksisitasnya lebih rendah dibanding anilin .
-   Asetilasi gugus amino dari para-aminofenol akan menurunkan toksisitas pada dosis terapi relatif aman
-   Eterifikasi gugus hidroksi dari para-aminofenol dengan gugus metil dan eti akan meningkatkan aktivitas analgesik tetapi karena mengandung gugus amino bebas
-   Ester salisil dari asetaminofen (fenetsal) dapat mengurangi toksisitas dan meningkatkan aktivitas analgesik.

2.    Turunan 5-pirazolon
       


b.   Obat analgesik antiradang bukan steroid atau yang disebut NSAID adalah obat yaang mempunyai efek mengurangi rasa nyeri(analgesik), mengurangi peradangan pada jaringan(antiradang), menurunkan demam (antipiretik) dan dapat menghambat agregasi platelet (antiplatelet). 






                                                        DAFTAR  PUSTAKA

Siswandono.2016.  Kimia Medisinal Edisi II. Airlangga University Press. Surabaya .
Sovia,E dan E.R.Yuslianti. 2019. Farmakologi Kedokteran Gigi Praktis. Deepublish. Yogyakarta.





Permasalahan :
1.    Golongan analgetik manakah yang digunakan dan paling efektif bila pasien penderita diabetik neuropati ?
2.  Bagaimana mekanisme kerja obat analgetika non narkotika ?
3.   Padakah ada pengaruhnya turunan anilin atau analgetik-antipiretik terhadap aktivitas               analgesik bila adanya substitusi pada cincin aromatik ?








2 komentar:

  1. Saya akan mencoba menjawab permasalahan no 1. Diabetik neuropati merupakan salah satu bentuk komplikasi
    kronik diabetes melitus menurut penelitian obat analgesik yang lebih efektif adalah analgesik tunggal dan analgesik kombinasi. Untuk analgesik
    tunggal yang paling sering digunakan adalah amitriptilin. Sedangkan kombinasi analgesik yang paling sering
    digunakan adalah amitriptilin+meloksika.

    BalasHapus
  2. saya akan menjawab pertanyaan nomor 2 , obat analgetik non narkotik bekerja dengan tidak mempengaruhi sistem saraf pusat artinya tidak menimbulkan efek ketergantungan

    BalasHapus